SEINGAT saya, beberapa bulan lalu
ketika melintas di jalan Mulyorejo, Surabaya, lalu berhenti di depan
gerbang kampus Universitas Airlangga, Masjid bundar ini masih dalam
proses pembangunan. Sekarang, saya sudah bisa merasakan kenyamanan
sholat disini. Ini benar-benar masjid bernuansa gurun, gurun yang ada
AC-nya!
Ada beranda yang cukup luas di depan,
sayap kanan, dan sayap kiri masjid. Mungkin sengaja dibuat tak
beratap untuk tujuan tertentu. Lantainya tegel berwarna krem, senada
dengan nuansa krem di semua eksterior masjid. Nuansa gurun, batin
saya. Lalu ada pohon kurma (atau mirip kurma saya tidak tahu) Yang
ditanam berderet ditengah-tengah serambi.
Serambi, lantai pasir, pohon kurma.
Demi jenggot merlin, ini adalah
konstruksi awal masjid madinah di zaman Rasulullah!
atau setidaknya begitu pikiran saya.
Desainnya hebat, simple minimalis.
Ac-nya sejuk dan suasananya nyaman. Orang-orang di kampus ini memang
somehow-incredible, tapi saya
lebih tertarik lagi pada nama untuk masjid ini, '"Ulul Azmi,"
letaknya sebelah kiri gerbang kampus. Kampus saya juga punya sebuah
masjid di sebelah kiri gerbang utama kampus. Namanya "Ulul
Albab." coincidence?
Merenung
dengan penamaan kedua masjid membuat saya menjatuhkan tas dan
berselonjor ria di serambi masjid. Menikmati desir angin gurun sambil
melek-melek ayam. Boleh tidak ya, kira-kira saya menyebut masjid ini
sebagai sister-masjid
(istilah macam apa ini?) nya masjid kampus saya. Ah, tidak. Lupakan.
"Ulul
Albab" dan "Ulul Azmi" dua-duanya adalah konsep hebat
al-Qur'an tentang sosok kepribadian manusia. Tahun-tahun pertama
masuk ke kampus dulu, saya diperkenalkan pada ide dan cita-cita
tentang Ulul Albab. Seorang intelektual yang "punya hati,"
kata seorang senior. Saya, yang masih naif dan suka termakan ide-ide
romantik, langsung terpikat dengan konsep ini.
Dalam
kelas ilmu tafsir dulu, Pembahasan tentang idafah yang
satu ini selalu menarik. Ulul Albab terdiri dari dua kata dasar;
Uli, artinya "pemilik"
dan Lubb, yang artinya
"Hati". Syaikh Khalil Al-Qatthan menjadikan frasa ini
sebagai contoh dalam membaca pola mujma' dan
ifrad dalam Al-Qur'an.
Kata
Lubb (Jamak=Albab),
adalah salah satu kata dalam
Al-Qur'an yang tidak pernah disebut dalam bentuk Plural (Jamak).
Alasannya? Macam-macam. Saya
juga tidak terlalu paham. Tanya gusti Allah yang punya kalam. Tapi
bisa dikatakan, bahwa hati manusia itu tidak pernah menjadi entitas
yang sederhana. Ia selalu kompleks. Secara istilah, Ulul Albab adalah
Alladzina Yadzkuruunallah...Silahkan
teruskan sendiri.
Sedangkan
Ulul Azmi,--dalam istilah saya sendiri-- adalah iron will
kelas para nabi. Atau extra
ordinary steadfastness, atau
bagi penggemar dota, Sheer Perseverance. Maaf
saya lupa definisinya karena jarang buka kitab lagi. Ulul Azmi adalah
atribut Kesabaran dan Loyalitas yang membuat 5 orang utusan Allah ini
lebih istimewa dari 20 rasul dan 313 nabi lainnya. Nuh, Musa,
Ibrahim, Isa, dan Muhammad.
Saya
yakin nama masjid ini tidak asal comot. Penggagasnya pasti bukan
orang sembarangan. Minimal ia sedikit paham tentang konsep Ulul Azmi.
Saya pikir mereka punya cita-cita untuk membentuk mahasiswa Unair
menjadi orang-orang dengan kesabaran dan ketekunan yang luar biasa.
After all, nama adalah
sebuah doa, kan?
Sebuah
mimpi yang amat manis. ditengah skeptisisme kita akan kondisi bangsa
dan negara. Korupsi, teror, hujatan, kebencian. Sementara agama yang
kita bangun belum mampu mengatasinya. Munculnya para Ulul Azmi dan
Ulul Albab tentu bakal menjadi oase penyejuk.
Saya
tidak tahu penamaan Ulul Azmi sekedar penamaan, keren-kerenan,
iyo-iyoan, ataukah memang merupakan sebuah doa dan cita-cita. Yang
nantinya dibreak-down menjadi langkah-langkah stratergis di kemudian
hari. semoga
Yang
jelas, jika Kampus Prabu Airlangga di utara dan Kampus Susuhunan
Ampel di selatan konsisten memproduksi Ulul Azmi dan Ulul Albab, lima
orang saja per tahun, "Selesai bos permasalahan bangsa ini!"
kata saya pada pak Suko Widodo, kepala bagian humas kampus ini. Oh
iya saya barusan sudah bangun dan berjalan ke kantin menemui beliau.
Sori.
Tapi,
entah apakah anak-anak muda sekarang even-understand apa
itu Ulul Albab maupun Ulul Azmi. Unair saya pikir sedang berusaha
merepresentasikan bahwa meskipun kampus umum, kehidupan di dalamnya
tidak melepaskan nilai-nilai keislaman. Namun untuk benar-benar
memahami konsep Ulul Azmi sampai merasuk ke tulang, mereka harus
merongoh lembar-lembar berbahasa arab dalam-dalam. Sebuah proses
yang—saya rasa—tidak mudah. Bahkan untuk anak-anak pembelajar
tafsir dan naskah keislaman klasik sekalipun
Sementara
Mahasiswa UIN Sunan Ampel, Almamater saya, masih belum bisa keluar
dari lingkaran 'inferioritas'. Mereka (termasuk saya)--sering secara
tidak sadar-- nanar melihat anak-anak kampus umum lain, Unair, ITS,
Unesa, dll. Seperti Putri Victoria Bethany Evangeline Renee yang
menatap bintang pop, Keira. sambil berujar "I wish i had her
live,"
Padahal
mereka kuat, padahal mereka istimewa, Padahal mereka punya field
keilmuan yang hampir mustahil
dikuasai mahasiswa kampus lain. Padahal mereka punya seperangkat
konsep diri seorang ilmuwan, yang jika itu terwujud, atau
minimal—partially represented—maka
mereka punya bantuan yang amat sangat kritikal untuk bangsa, negara
dan agama ini.
Di
usia yang tidak lagi muda ini, saya masih terengah-engah mengejar
konsep itu.
Surabaya, 25 Juli 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar