Senin, 25 Juli 2016

Ulul Azmi dan Ulul Albab

SEINGAT saya, beberapa bulan lalu ketika melintas di jalan Mulyorejo, Surabaya, lalu berhenti di depan gerbang kampus Universitas Airlangga, Masjid bundar ini masih dalam proses pembangunan. Sekarang, saya sudah bisa merasakan kenyamanan sholat disini. Ini benar-benar masjid bernuansa gurun, gurun yang ada AC-nya!

Ada beranda yang cukup luas di depan, sayap kanan, dan sayap kiri masjid. Mungkin sengaja dibuat tak beratap untuk tujuan tertentu. Lantainya tegel berwarna krem, senada dengan nuansa krem di semua eksterior masjid. Nuansa gurun, batin saya. Lalu ada pohon kurma (atau mirip kurma saya tidak tahu) Yang ditanam berderet ditengah-tengah serambi.
    Serambi, lantai pasir, pohon kurma.
    Demi jenggot merlin, ini adalah konstruksi awal masjid madinah di zaman Rasulullah!
    atau setidaknya begitu pikiran saya.
Desainnya hebat, simple minimalis. Ac-nya sejuk dan suasananya nyaman. Orang-orang di kampus ini memang somehow-incredible, tapi saya lebih tertarik lagi pada nama untuk masjid ini, '"Ulul Azmi," letaknya sebelah kiri gerbang kampus. Kampus saya juga punya sebuah masjid di sebelah kiri gerbang utama kampus. Namanya "Ulul Albab." coincidence?
    Merenung dengan penamaan kedua masjid membuat saya menjatuhkan tas dan berselonjor ria di serambi masjid. Menikmati desir angin gurun sambil melek-melek ayam. Boleh tidak ya, kira-kira saya menyebut masjid ini sebagai sister-masjid (istilah macam apa ini?) nya masjid kampus saya. Ah, tidak. Lupakan.
    "Ulul Albab" dan "Ulul Azmi" dua-duanya adalah konsep hebat al-Qur'an tentang sosok kepribadian manusia. Tahun-tahun pertama masuk ke kampus dulu, saya diperkenalkan pada ide dan cita-cita tentang Ulul Albab. Seorang intelektual yang "punya hati," kata seorang senior. Saya, yang masih naif dan suka termakan ide-ide romantik, langsung terpikat dengan konsep ini.
     Dalam kelas ilmu tafsir dulu, Pembahasan tentang idafah yang satu ini selalu menarik. Ulul Albab terdiri dari dua kata dasar; Uli, artinya "pemilik" dan Lubb, yang artinya "Hati". Syaikh Khalil Al-Qatthan menjadikan frasa ini sebagai contoh dalam membaca pola mujma' dan ifrad dalam Al-Qur'an.
     Kata Lubb (Jamak=Albab), adalah salah satu kata dalam Al-Qur'an yang tidak pernah disebut dalam bentuk Plural (Jamak). Alasannya? Macam-macam. Saya juga tidak terlalu paham. Tanya gusti Allah yang punya kalam. Tapi bisa dikatakan, bahwa hati manusia itu tidak pernah menjadi entitas yang sederhana. Ia selalu kompleks. Secara istilah, Ulul Albab adalah Alladzina Yadzkuruunallah...Silahkan teruskan sendiri.
     Sedangkan Ulul Azmi,--dalam istilah saya sendiri-- adalah iron will kelas para nabi. Atau extra ordinary steadfastness, atau bagi penggemar dota, Sheer Perseverance. Maaf saya lupa definisinya karena jarang buka kitab lagi. Ulul Azmi adalah atribut Kesabaran dan Loyalitas yang membuat 5 orang utusan Allah ini lebih istimewa dari 20 rasul dan 313 nabi lainnya. Nuh, Musa, Ibrahim, Isa, dan Muhammad.
     Saya yakin nama masjid ini tidak asal comot. Penggagasnya pasti bukan orang sembarangan. Minimal ia sedikit paham tentang konsep Ulul Azmi. Saya pikir mereka punya cita-cita untuk membentuk mahasiswa Unair menjadi orang-orang dengan kesabaran dan ketekunan yang luar biasa. After all, nama adalah sebuah doa, kan?
      Sebuah mimpi yang amat manis. ditengah skeptisisme kita akan kondisi bangsa dan negara. Korupsi, teror, hujatan, kebencian. Sementara agama yang kita bangun belum mampu mengatasinya. Munculnya para Ulul Azmi dan Ulul Albab tentu bakal menjadi oase penyejuk.
      Saya tidak tahu penamaan Ulul Azmi sekedar penamaan, keren-kerenan, iyo-iyoan, ataukah memang merupakan sebuah doa dan cita-cita. Yang nantinya dibreak-down menjadi langkah-langkah stratergis di kemudian hari. semoga
      Yang jelas, jika Kampus Prabu Airlangga di utara dan Kampus Susuhunan Ampel di selatan konsisten memproduksi Ulul Azmi dan Ulul Albab, lima orang saja per tahun, "Selesai bos permasalahan bangsa ini!" kata saya pada pak Suko Widodo, kepala bagian humas kampus ini. Oh iya saya barusan sudah bangun dan berjalan ke kantin menemui beliau. Sori.
       Tapi, entah apakah anak-anak muda sekarang even-understand apa itu Ulul Albab maupun Ulul Azmi. Unair saya pikir sedang berusaha merepresentasikan bahwa meskipun kampus umum, kehidupan di dalamnya tidak melepaskan nilai-nilai keislaman. Namun untuk benar-benar memahami konsep Ulul Azmi sampai merasuk ke tulang, mereka harus merongoh lembar-lembar berbahasa arab dalam-dalam. Sebuah proses yang—saya rasa—tidak mudah. Bahkan untuk anak-anak pembelajar tafsir dan naskah keislaman klasik sekalipun
      Sementara Mahasiswa UIN Sunan Ampel, Almamater saya, masih belum bisa keluar dari lingkaran 'inferioritas'. Mereka (termasuk saya)--sering secara tidak sadar-- nanar melihat anak-anak kampus umum lain, Unair, ITS, Unesa, dll. Seperti Putri Victoria Bethany Evangeline Renee yang menatap bintang pop, Keira. sambil berujar "I wish i had her live,"
       Padahal mereka kuat, padahal mereka istimewa, Padahal mereka punya field keilmuan yang hampir mustahil dikuasai mahasiswa kampus lain. Padahal mereka punya seperangkat konsep diri seorang ilmuwan, yang jika itu terwujud, atau minimal—partially represented—maka mereka punya bantuan yang amat sangat kritikal untuk bangsa, negara dan agama ini.

Di usia yang tidak lagi muda ini, saya masih terengah-engah mengejar konsep itu. 

Surabaya, 25 Juli 2016 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

header

Theme Preview

Previewing Another WordPress Blog