Runtuhnya sebuah
peradaban bukan karena perang atau pertumpahan darah. Namun karena mereka
kehilangan nilai-nilai yang dianutnya. – (Syaikh Abdul Jalil a.k.a Siti
Jenar)
Judul tulisan diatas
terkesan “sangat” kurang ajar bagi ukuran seorang kader ingusan tanpa kapasitas
apa-apa, atau-dalam bahasa khas para senior-Arek Cilik seperti saya. Karena
secara mafhum mukhalafah, kalimat diatas jelas-jelas menuduh organisasi
berbendera kuning ini sebagai kesatuan orang-orang murtad tak beragama.
secara
jelas mengkafirkan para pengikutnya. Yang mungkin juga mengkafirkan para
leluhurnya.
Lepas dari kebenaran akan terminologi
diatas, saya hanyalah seorang kader yang belum punya sistematika berfikir,
ketajaman analisa, serta keutuhan Paradigma Kritis-Transformatif yang mumpuni
untuk men-judge keseluruhan aspek dari oganisasi ideologis ini. Saya
hanyalah seorang kader yang sedang dilanda gejala skeptisisme parah terhadap
apa yang saya yakini. Seorang yang merasa jengah, risih, dan jengkel dengan apa
yang sedang terjadi dalam intern organisasi ini. Maka term “kurang ajar”
agaknya pas dialamatkan pada saya.
Sejak awal, anggapan, bahkan tuduhan
miring terhadap PMII telah banyak saya
dengar dari berbagai pihak. Namun, saya dan teman-teman yang masih polos
berusaha husnudzon dengan memelihara keyakinan bahwa itu hanyalah sebuah
tuduhan tak berdasar yang datang dari orang-orang yang tidak senang akan sebuah
gerakan radikal yang selalu mendengungkan perubahan “ala Marx” ke arah yang
lebih baik. Dengan asumsi awal, bahwa dimana-mana, orang menyebarkan kebaikan
pasti akan bertemu musuh yang tidak sedikit. Bahwa yang namanya kaum mustahzi’in
dalam dakwah itu pasti ada. Jangankan dakwah yang dijalankan oleh kita
generasi yang penuh cela dan kelemahan, Rasulullah SAW. dan generasi para
sahabat pun tak habis dihujani cela dan hinaan.
Namun, belakangan,
semoga dengan penglihatan yang dibimbing oleh sang maha Haq. Saya mulai
ragu dengan keyakinan saya. Akumulasi dan intensitas tuduhan itu terlalu mutawatir
untuk dianggap angin lalu. Terlalu kompleks kalau sekedar dianggap sebagai side
excess dari sebuah pergerakan. Dan parahnya, saya mulai sekali-sekali
berpikir seperti mereka. Dan kini, menurut saya adalah saat dimana kita harus
sedikit melonggarkan urat leher yang selalu berteriak-teriak revolusi sampai
mati. Sudah saatnya insan PMII mulai menutup mulut dan membuka telinga
lebar-lebar. Bukan berarti mengendurkan semangat pergerakan yang mulai memudar.
Hanya Reintrepretasi ulang kaidah-kaidah pergerakan kita demi kontekstualisasi
yang utuh tentang situasi dan kondisi yang dihadapi saat ini. Atau, kalau para
senior enggan melakukannya, biar saya saja.
Dekade tahun 90-an, insan-insan PMII
sedang seru-serunya bergelut dalam diskursus tentang gerakan ke Kiri-an. Yang
punya garis nasab pada para Marxian di eropa dulu. Kita amat tertarik pada
pemikiran tokoh-tokoh islam revolusioner macam Hassan Hanafi, Muhammad Abduh,
atau yang agak ekstrem, Nasr Hamid Abu-Zayd dengan Hemeneutika Al-qur’annya.
Diskursus itu entah bagaimana turut mengkonstruk sebuah paradigma baru yang
dikenal dengan al yasar al islami atau kiri islam. Yang kalau boleh
diterjemahkan seenak perut saya, gerakan kiri khas Marxis dan Weberian, namun islami.
Waw.. sebuah gerakan yang langsung memancing kekaguman saya. Amat cerdas dan
brilian jika mampu diwujudkan.
Nah, masalahnya kok saya tiba-tiba
merasa saat ini paradigma genial itu terbalik dari al yasar al islami (kiri
islam) menjadi al islam al yasari (islam kiri). Yang artinya, kalau
sejak awal kita mau mengislamkan gerakan-gerakan barat itu, malah sekarang
mengarah pada kita yang mau melahirkan sebuah islam baru yang beraliran kiri.
Dengan prinsip maju terus, Lawan, kalau ngeyel, hacurkan. Dan wajar, dalam
zaman islam kiri ini insan PMII kini lebih sering terlihat mengobrak-abrik
tatanan daripada membangun dan memberdayakan umat. Bahkan, dalam siklus
kajianya pun. Sempat muncul argumen bahwa orang-orang beragama itu adalah
orang-orang kanan, dan kita adalah orang-orang kiri. Silogismenya, kita orang
orang tak beragana. Astagfirullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar