Sabtu, 30 Maret 2013

Meng-Islam-Kan Kembali PMII


Runtuhnya sebuah peradaban bukan karena perang atau pertumpahan darah. Namun karena mereka kehilangan nilai-nilai yang dianutnya. – (Syaikh Abdul Jalil a.k.a Siti Jenar)

   Judul tulisan diatas terkesan “sangat” kurang ajar bagi ukuran seorang kader ingusan tanpa kapasitas apa-apa, atau-dalam bahasa khas para senior-Arek Cilik seperti saya. Karena secara mafhum mukhalafah, kalimat diatas jelas-jelas menuduh organisasi berbendera kuning ini sebagai kesatuan orang-orang murtad tak beragama.
secara jelas mengkafirkan para pengikutnya. Yang mungkin juga mengkafirkan para leluhurnya.
    Lepas dari kebenaran akan terminologi diatas, saya hanyalah seorang kader yang belum punya sistematika berfikir, ketajaman analisa, serta keutuhan Paradigma Kritis-Transformatif yang mumpuni untuk men-judge keseluruhan aspek dari oganisasi ideologis ini. Saya hanyalah seorang kader yang sedang dilanda gejala skeptisisme parah terhadap apa yang saya yakini. Seorang yang merasa jengah, risih, dan jengkel dengan apa yang sedang terjadi dalam intern organisasi ini. Maka term “kurang ajar” agaknya pas dialamatkan pada saya.
    Sejak awal, anggapan, bahkan tuduhan miring terhadap  PMII telah banyak saya dengar dari berbagai pihak. Namun, saya dan teman-teman yang masih polos berusaha husnudzon dengan memelihara keyakinan bahwa itu hanyalah sebuah tuduhan tak berdasar yang datang dari orang-orang yang tidak senang akan sebuah gerakan radikal yang selalu mendengungkan perubahan “ala Marx” ke arah yang lebih baik. Dengan asumsi awal, bahwa dimana-mana, orang menyebarkan kebaikan pasti akan bertemu musuh yang tidak sedikit. Bahwa yang namanya kaum mustahzi’in dalam dakwah itu pasti ada. Jangankan dakwah yang dijalankan oleh kita generasi yang penuh cela dan kelemahan, Rasulullah SAW. dan generasi para sahabat pun tak habis dihujani cela dan hinaan.
     Namun, belakangan, semoga dengan penglihatan yang dibimbing oleh sang maha Haq. Saya mulai ragu dengan keyakinan saya. Akumulasi dan intensitas tuduhan itu terlalu mutawatir untuk dianggap angin lalu. Terlalu kompleks kalau sekedar dianggap sebagai side excess dari sebuah pergerakan. Dan parahnya, saya mulai sekali-sekali berpikir seperti mereka. Dan kini, menurut saya adalah saat dimana kita harus sedikit melonggarkan urat leher yang selalu berteriak-teriak revolusi sampai mati. Sudah saatnya insan PMII mulai menutup mulut dan membuka telinga lebar-lebar. Bukan berarti mengendurkan semangat pergerakan yang mulai memudar. Hanya Reintrepretasi ulang kaidah-kaidah pergerakan kita demi kontekstualisasi yang utuh tentang situasi dan kondisi yang dihadapi saat ini. Atau, kalau para senior enggan melakukannya, biar saya saja.
     Dekade tahun 90-an, insan-insan PMII sedang seru-serunya bergelut dalam diskursus tentang gerakan ke Kiri-an. Yang punya garis nasab pada para Marxian di eropa dulu. Kita amat tertarik pada pemikiran tokoh-tokoh islam revolusioner macam Hassan Hanafi, Muhammad Abduh, atau yang agak ekstrem, Nasr Hamid Abu-Zayd dengan Hemeneutika Al-qur’annya. Diskursus itu entah bagaimana turut mengkonstruk sebuah paradigma baru yang dikenal dengan al yasar al islami atau kiri islam. Yang kalau boleh diterjemahkan seenak perut saya, gerakan kiri khas Marxis dan Weberian, namun islami. Waw.. sebuah gerakan yang langsung memancing kekaguman saya. Amat cerdas dan brilian jika mampu diwujudkan.
        Nah, masalahnya kok saya tiba-tiba merasa saat ini paradigma genial itu terbalik dari al yasar al islami (kiri islam) menjadi al islam al yasari (islam kiri). Yang artinya, kalau sejak awal kita mau mengislamkan gerakan-gerakan barat itu, malah sekarang mengarah pada kita yang mau melahirkan sebuah islam baru yang beraliran kiri. Dengan prinsip maju terus, Lawan, kalau ngeyel, hacurkan. Dan wajar, dalam zaman islam kiri ini insan PMII kini lebih sering terlihat mengobrak-abrik tatanan daripada membangun dan memberdayakan umat. Bahkan, dalam siklus kajianya pun. Sempat muncul argumen bahwa orang-orang beragama itu adalah orang-orang kanan, dan kita adalah orang-orang kiri. Silogismenya, kita orang orang tak beragana. Astagfirullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

header

Theme Preview

Previewing Another WordPress Blog