Sabtu pagi itu, saya sedang berbincang dengan
seorang pejabat Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Surabaya. dari beberapa
kali diskusi dengannya, air muka dan antusiasme tatapannya, saya secara
subyektif menilai beliau adalah orang yang benar-benar berdedikasi terhadap
kebersihan kota ini. Berjasa membuat kota yang kita tinggali ini bersih setiap
6.30 pagi.
Sudah sekitar sebulan setengah saya meninggalkan
kampus. Mencoba peruntungan untuk mengadu skill dan kemampuan dengan udara di
luar tembok kampus. Agak berat sebenarnya karena kelulusan saya meninggalkan
begitu banyak persoalan yang belum terselesaikan di Organisasi Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Sederhananya, perintah senior sebagai ‘imadul kampus belum bisa saya laksanakan secara sempurna. 3
bulan menjadi tenaga Humas rektorat sepertinya cukup strategis, tapi tuhan berkata
lain. Saya ditarik ke menara biru. “Test
your might!,” Katanya. menirukan narator game Mortal Kombat kesukaan saya.
Entah darimana Tuhan tahu game itu. Tumben juga dia berbisik pake bahasa
inggris. Biasanya arab.
Ketidakmampuan itu, satu karena kondisi internal
kampus yang mengalami perubahan ndadak yang
dalam hemat saya lamban direspon oleh tokoh-tokoh organisasi di semua sektor.
Sehingga perubahan itu milipir ke
arah yang tidak semestinya. Dua, kondisi pikiran saya yang sampai wisuda pun
belum bisa memetakan duduk persoalan yang menimpa diri, organisasi tercinta,
Fakultas, Jurusan, dan Dunia Intelektual kampus. Persoalan PMII di kampus UINSA,
menurut saya mirip bihun yang nyangkut di ruji becak kemudian dibawa muter
bundaran dolog tujuh kali. Mbulet, ruwet, salbut, tidak ketemu koncok dan bhungkah-nya.
Namun, kalimat singkat bapak pejabat ini mengurai
begitu banyak simpul ruwet dikepala saya.
“Kalo ada hal ndak
bener dibiarkan, skeptisisme yang akan muncul,” katanya. Kepala saya
lagsung memunculkan gambar lampu bohlam dengan sound effect ting!,
merknya philips
Mudeng? Oke saya jelaskan...
Ndak
bener yang dimaksud disini adalah hal-hal yang melanggar
asas (arab: fondasi). Asas adalah kebenaran paling umum yang disepakati oleh
akal sehat manusia baik itu Kiai maupun maling. Nyai Ontosoroh rekaan Pramoedya
Ananta Toer dalam “Anak Semua Bangsa (1981)” pernah menceramahi menantunya
Raden Mas Minke atau Minke tentang asas. “Orang yang mencuri sebutir mangga
patut dihukum, karena ia telah melanggar asas. Benar kehilangan sebutir mangga
si pemilik rumah tidak rugi. Tapi ini adalah asas. Bukan persoalan untung-rugi.
Asasnya orang yang mencuri harus dihukum!”
Mudeng? Makanya baca sampai habis, hahaha..
Malamnya, saya menerima curhat dari seorang kader binaan saya. Kebetulan, ia adalah seorang
koordinator angkatan dan ketua rayon terpilih untuk masa bakti 2016-2017. Ia curhat tentang
kesulitannya mengumpulkan seluruh anggota rayon dari 3 angkatan untuk
melaksanakan rapat kerja (RAKER). Alasannya bermacam-macam, mulai sibuk hingga
liburan. Sehingga ia terkesan bekerja sendirian. Mendengar itu saya langsung
mengawinkan dua alis saya yang sebenarnya tidak berjodoh.
“memangnya kamu siapa?” tanya saya dengan nada heran
“ketua rayon terpilih cak?” jawabnya takut-takut
“sudah dilantik?”
“Belum.”
“Lha ngapain mau ngadakan raker?”
Kemudian ia bercerita bahwa semalam sebelumnya ia
telah menghadap ke pucuk pimpinan PMII Cabang Surabaya. intinya meminta restu
untuk melakukan raker meskipun belum dilantik. Jawaban dari si Pucuk Pimpinan
bikin saya gemas dan mengelus dada.
“Katanya boleh cak, biar kerjanya cepat,”
Okelah saya husnuzzon
saja mungkin pertimbangan dari si Pucuk Pimpinan adalah efisiensi.
Maksudnya ndang kerjo nanti fomalitas
menyusul. Kita harus kerja ikhlas tanpa mengharapkan imbalan berupa
status,pengakuan, legitimasi berupa SK dan sebagainya. Pemimpin harus mau
mengambil inisiatif meskipun belum resmi dilantik. Mau bekerja tidak cuma bisa
menyuruh saja. Wuih...betapa mulianya cara berpikir si Pucuk Pimpinan ini.
Saking mulianya, bisa amburadul tatanan organisasi kalau semua pimpinannya
berpikir seperti itu.
Sekilas bagus, namun jawaban dari pucuk pimpinan
jelas menabrak asas. Pertama, sebelum benar-benar dilantik, ketua terpilih
hasil RTAR bukanlah ketua rayon, ulangi, bukan. Jadi semulia-mulianya ketua
terpilih berinisiatif mengkoordinasi pelaksanaan raker adalah salah kaprah,
prah. Dia bukan ketua. Pemegang kekuasaan definitif selama masa peralihan
kekuasaan adalah tim formatur yang terdiri dari ketua, sekretaris,
beranggotakan koordinator angkatan, serta petugas mandataris dari pengurus
Rayon Demisioner dan Pengurus Harian Rayon terpilih. Hingga ketua baru
benar-benar dilantik, organisasi masih tanggung jawab tim formatur ini.
Kedua, Organisasi yang kebingungan dalam masa
peralihan menandakan bahwa RTAR yang dilaksanakan tidak dengan prosedur yang
benar atawa mendem. Sehingga segala
keputusan didasarkan pada 4E, yaitu Enak-E,
Ketok’an-E, Rasa-rasan-E, dan Biasan-E.
Sebuah penyakit akut PMII sejak dulu. Semua keputusan tidak dilandaskan
pada aturan baku organisasi. Penyakit ini mulai menggantikan 4T (tasamuh, tawazun, tawassuth dan ta’adul)
Ketiga, kita tidak boleh serakah. Atau sok memikirkan
wilayah kerja orang, selama wilayah kerja kita sendiri amburadul. Saat dia
menghadap ke saya, status aktifnya adalah koordinator angkatan. Jadi
kewajibannya adalah mengawal angkatannya bersama-sama melakukan tugas seorang
kader.
Kalau kita seorang ayah, fokuslah memikirkan bagaimana
anggota keluarga kita terpenuhi dan tercukupi. ndak usah mikirin kondisi negara kecuali urusan dapur beres. Kalau
kita camat, fokus ke satu wilayah kecamatan, kalau bupati, ya seluas kabupaten,
kalau presiden, ya mikirin negara. Kalau semua orang berpikir seperti ini,
tidak akan ada lagi Orang berjenggot yang pamit meninggalkan keluarganya untuk
berjihad di jalan Allah. Kalau bukan ketua rayon, ya tidak usah sok mikir
urusan Rayon. Ndak boleh? Bukan!,
hanya tidak sesuai tempatnya saja.
“Paham?!!”
“I, iya cak,”
“Nah, sekarang hormati gurumu, bantu temanmu,
sayangi pacarmu, lakukan hal-hal yang bermanfaat, biarkan sistem yang
menyelesaikannya. Saya tidak mau kamu menyalahkan PMII setelah lulus sebagai
biang ketidakbahagiaan masa-masa kuliahmu,”
“Siap cak,” katanya sambil pamit pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar